Balubus, sebuah nagari yang terletak di ketinggian, tak jauh
dari kota Payakumbuh. Di daerah ini Syekh Muda Abdul Qadim lahir pada tahun
1878. tempat mula beliau menuntut ilmu ialah Batu Tanyuah. Disini beliau
mengaji kitab cara lama kepada salah seorang alim yang tidak begitu dikenal
namanya. Setelah dari Batu Tanyuah, beliau kemudian belajar mendalami Syari’at
dan Tharikat, paling tidak ada 6 daerah terkemuka dalam Tarikat Sufiyah di Minangkabau
yang dikhitmatinya.
Tempat-tempat itu ialah, pertama, Batu Hampar (Payakumbuh)
tempat bermukimnya ulama besar Maulana Syekh Abdurrahman bin Abdullah al-Batu
Hampari an-Naqsyabandiyah (w. 1899). Disini beliau mula mengaji Tarikat
Naqsyabandiyah sampai memperoleh Natijah, hingga Syekh Abdurrahman menggelari
beliau dengan “Syekh Mudo”.
Kedua Padang Kandih, yaitu kehadapan Tuan Syekh Muhammad
Shaleh Padang Kandih (w. 1912).
Ketiga Kumpulan, tempat bermukimnya ulama besar Maulana
Syekh Ibrahim bin Fahati “Angguik Balinduang” Kumpulan (w. 1915).
Keempat di Padang Bubus Bonjol, tempat beliau berkhitmat
atas jalan Tarikat Naqsyabandiyah di Makam Syekh Muhammad Sa’id Padang Bubus
(Abad XIX).
Kelima di Simabur, kepada salah seorang ulama masyhur dalam
ilmu Hakikat, namun nama beliau ini tidak dikenal lagi.
Keenam di Kumango, Batusangkar, kepada Maulana Syekh
Abdurrahman al-Khalidi “Beliau Kumango”. Begitulah pengembaraan keilmuan
beliau, terutama dalam bidang ilmu Hakikat dan Tarikat, hingga beliau beroleh
nama besar selaku ulama terkemuka dalam Tarikat Ahli Sufi, Naqsyabandiyah dan
Samaniyah.
Syekh Muda Abdul Qadim atau yang lebih dikenal dengan
“Baliau Belubus” adalah seorang ulama terkemuka pemangku Tarikat Naqsyabandiyah
dan Tarikat Samaniyah. Meski nama beliau tidak begitu banyak disebut oleh para
peneliti Ulama, namun beliau mempunyai pengaruh besar yang tak terbantahkan
dikalangan ahli-ahli Tarikat Sufiyah di Sumatera Tengah, Minangkabau Umumnya.
Bahkan dikabarkan bahwa khalifah-khalifah beliau, salah satunya
Syekh Ibrahim Bonjol di Binjai, telah pula mengembangkan sayap ilmu Tarikat
dari silsilah Syekh Mudo menyeberang lautan, sampai Malaysia dan Thailand.
Ketika diadakan kongres Tarikat Naqsyabandiyah di Bukittinggi pada tahun 1954
yang dipayungi oleh Perti, maka beliau Syekh Mudo adalah salah persertanya,
disamping 280 ulama-ulama besar lainnya di Sumatera Tengah.
Syekh Mudo wafat pada tahun 1957 dan dimakamkan di depan
Mihrab Surau Belubus. Selain meninggalkan ilmu Tarikat yang berurat berakar,
terutama di kawasan Luak Limopuluah, beliau juga meninggalkan beberapa karangan
yang diperuntukkan bagi kalangan Ahli Tarikat. Beberapa buah karangan itu dapat
diakses, sebagian lainnya masih tersimpan dan dirahasiakan oleh pewaris Surau
Belubus. Diantara karangan Syekh Mudo tersebut ialah:
1) As-Sa’adatul Abdiyah fima Ja’a bihin Naqsyabandiyah
menyatakan wirid-wirid amalan Tharikat Naqsyabandiyah.
Risalah ini selesai ditulis pada tahun 1936. pada sampul
karya ini tercetak jelas : “Tidak dijual dan tidak dipakai bagi orang yang
belum mengamalkan wirid tersebut”. Sebuah peringatan yang umum dikalangan ahli
Tharikat, sebab ada kekhawatiran bila kaji tharikat diumbar-umbar maka akan
jatuh harganya sebagai ilmu yang istimewa. Adapula karena kaji tharikat
diperkatakan dipasaran, ada orang-orang yang belum sampai akal dan ilmunya yang
membatalkan kaji tersebut, sebab membatalkannya merupakan suatu kecelaan yang
nyata.
Secara umum Risalah ini berisi tentang kaifiyah mengambil
Tarikat Naqsyabandiyah. Mulai dari Bai’at, penjelasan Zikir-zikir
Naqsyabandiyah, Rabithah dan lainnya. Risalah ini telah dicetak beberapa kali
oleh berbagai percetakan. Terakhir dicetak pada Percetakan Sa’adiyah
Bukittinggi.
2) As-Sa’adatul Abdiyah fima ja’a bihin Naqsyabandiyah
Bagian Natijah
Sebuah kitab Naqsyabandiyah yang dipergunakan khusus bagi
guru-guru mursyid yang telah mencapai khalifah, sebab di dalamnya banyak
dibicarakan mengenai rahasia-rahasia Tharikat Naqsyabandiyah yang dilarang
dikemukakan kepada khalayak umum. Cetakan ke-2 risalah ini dicetak oleh
Syarikah Tapanuli – Medan tahun 1950.
Foto: Sampul Kitab “as-Sa’adatul Abdiyah”,
terbitan Medan, 1950
3) Risalah Tsabitul Qulub
Risalah ini merupakan literatur langka mengenai Tarikat
Samaniyah di Minangkabau. Secara umum isinya berbicara tentang ilmu Tasawwuf
dan Tarikat, namun didalamnya disinggung mengenai amalan Tarikat Samaniyah
dengan cukup panjang. Risalah ini terdiri dari beberapa jilid. Sampai saat ini
baru diidentifikasi sebanyak 3 juzu’ karya ini. Deskripsi setiap jilid ialah
sebagai berikut:
[Pertama] Tsabitul Qulub jilid I, Kitab ini
berisi dalil-dalil yang tersirat untuk mempertahankan amal Tharikat, serta
memperkokoh hati murid, supaya tidak terpecah-pecah akibat faham yang bergitu
rupanya. Penulisan sumber rujukan dalam kitab ini cukup variatif, menunjukkan
kealiman Syekh Muda yang masyhur itu. Diantar sumber-sumber kitab yang menjadi
rujukannya ialah Tanwirul Qulub (sangat populer saat ini), Shahifatus Shafa
(besar kemungkinan karangan Syekh Sulaiman Zuhdi Jabal Qubis), Manzhirul A’ma,
Khazinatul Asrar, ar-Rahmatul Habithah, Hadist Arba’in, Sairus Salikin,
al-Minhul Nisbah, Husnul Husain, al-Qusyairi, Lathifatul Asrar, Hidayatus
Salikin, Aiqazhul Manam, Hidayatul Hidayah, Mawahib Sarmadiyah, al-Asymuni dan
lain-lainnya.Selain menjadi penguat hati si murid, risalah ini juga memuat
kaifiyah Tharikat Saman dan Tharikat Muhammad Yaman (pecahan Saman) beserta
wirid-wirid dan zikir-zikirnya. Risalah ini kemudian ditutup dengan sebuah
fasal yang cukup panjang berisi tentang “Pengajaran tatakala nyawa akan
berpulang ke hadirat Allah”. (cetakan ke-6, pada percetakan as-Sa’adiyah
Bukittinggi, t. th)
[Kedua] Tsabitul Qulub jilid II, Kajian dalam
kitab ini tak kalah menariknya. Kitab ini baru dijumpai penulis dalam bentuk
manuskrip, salinan tangan oleh Marnis Dt. Bangso Dirajo. Di antara isi kitab
ini ialah:
1) Himpunan akidah lima puluh
2) Sebab zikir la ilaha illallahu tidak pakai muhammadur
rasulullah
3) Masalah Nur Muhammad dan Nur Allah
4) Kelebihan manusia dari pada segala alam
5) Masalah Najis dan hadast
6) Pembahasan Muqarinah Niat
7) Tentang martabat Ahadiyah, wahdah dan wahidiyah
8) Menyatakan syari’at dan tharikat di dalam sembahyang
9) Rabithah dalam sembahyang
10) Asal suluk 40 hari, dan lainnya banyak lagi
[Ketiga] Tsabitul Qulub jilid III, pada jilid
ini termuat pengajaran Tharikat yang cukup istimewa, yakni membicarakan
perhubungan shalat dengan Tharikat. Di mana di dalamnya ada tertulis:
Maka dari itu nyatalah bagi kita bahwa ilmu Tharikat itu
bersuanya di dalam sembahyang. Sepatutnya kita mahir ilmu tharikat itu dengan
beberapa martabatnya.
………………
Maka apabila hilang hamba dan hilang kalimat dan tinggal
nur, maka nur itulah yang dinamakan dengan zikir Hakikat. Maka apabila hilang
hamba hilang kulimah hilanglah pula nur maka pulanglah hak kepada yang
mepunyai, dan kembalilah hamba kepada Tuhannya. (Tsabitul Qulub jilid ke-III)
Kemudian kitab ini disambung dengan pembahasan mengenai
“nafsu yang tujuh”, dijabarkan dengan kalimat jelas dan ringkas. Kemudian kitab
ini disudahi dengan wirid-wirid dalam tharikat Saman.
Asal naskah kopiannya masih ada tersimpan di surau Belubus,
yakni cetakan Islamiyah – Medan.
4) Al-Manak: mempusakai dari ayah, Syekh Mudo Abdul
Qadim Belubus (disebut juga dengan kitab “Bintang Tujuh”)
Kitab ini berisi ilmu-ilmu yang dipusakai dari Syekh Muda
Abdul Qadim. Diantara isinya cara mencari awal-awal bulan Arab, mencari awal
bulan Ramadhan, ilmu Bintang Tujuh (saat baik dan buruk), ilmu pertukangan
rumah adat Alam Minangkabau, mencari waktu baik dan jahat, mencari barang
hilang dan lainnya.
Tulisan ini dikutip dari buku penulis, “Ulama Luak nan
Bungsu” dan “Bibliografi Karya Ulama Minangkabau”, berdasarkan keterangan Buya
H. Anas Malik Belubus, dan keterangan dari kitab-kitab Beliau.